Gelaran Daihatsu Indonesia Masters 2019 meninggalkan beragam kisah bagi para pecinta bulu tangkis. Selain kemenangan mengejutkan Anders Antonsen atas pemain tunggal putra nomor 1 dunia saat ini, Kento Momota, momen pertemuan ganda campuran di partai final antara pasangan Tontowi Ahmad / Liliyana Natsir dan Zhang Siwei / Huang Yaqiong menjadi salah satu momen yang akan membekas di ingatan para penikmat olahraga tepok bulu ini. Bagaimana tidak, partai final ganda campuran tersebut menjadi laga terakhir bagi Liliyana Natsir, atau yang akrab disapa Butet, di dunia yang telah membesarkan namanya.
Siapa yang tidak kenal dengan Liliyana Natsir, atlet kelahiran Manado ini, telah banyak kali mengharumkan nama Indonesia dimata dunia. Awal karirnya di bulutangkis dimulai saat dirinya masih kanak – kanak. Di Manado, anak bungsu pasangan Beno Natsir dan Olly Maramis ini mulai mewujudkan ketertarikannya akan dunia bulu tangkis dengan bergabung di sebuah klub bulutangkis Pisok. Liliyana sadar jika ingin serius di dunia bulutangkis, dirinya mesti punya mimpi besar dan berjuang keras untuk menggapainya. Oleh karena itu, di kala usianya masih 12 tahun, Liliyana kecil memutuskan bergabung di klub PB Tangkas di Jakarta.
Karir profesional Liliyana pertama kali pada ajang SEA Games 2003 di Vietnam. Di gelaran tersebut, Liliyana bermain bersama Eny Erlangga melawan pasangan asal Indonesia lainnya, Jo Novita dan Lita Nurlita. Liliyana bersama pasangannya berhasil meraih perak saat itu. Tak lama setelahnya, Liliyana kemudian dipasangkan dengan Nova Widianto di ganda campuran. Pasangan ini melakoni partai internasional pertama di tahun 2004 pada gelaran Singapore Open dan berhasil menjadi juara.
Liliyana bersama Nova sukses menjadi ganda campuran Indonesia pada masanya dengan berhasil menorehkan prestasi emas dalam setiap gelaran yang mereka ikuti. Di turnamen yang digelar Badminton World Federation (BWF), pasangan Liliyana / Nova berhasil memenangkan beberapa diantaranya yaitu China Open dan Hongkong Open di tahun 2007. Mereka juga berhasil meraih titel Juara Dunia di Kejuaraan Dunia tahun 2005 dan 2007.
Selama berpasangan dengan Nova Widianto di nomor ganda campuran, Liliyana juga beberapa kali diturunkan di nomor ganda putri berpasangan dengan Vita Marissa. Duet keduanya berhasil memenangkan gelar China Masters di tahun 2007 dan gelar Indonesia Open setahun kemudian. Pasangan Liliyana / Vita juga sempat menembus BWF Superseries Finals ditahun 2008 sebelum akhirnya menempati nomor 2 setelah dikandaskan pasangan Malaysia, Wong Pei Tty / Chin Eei Hui, dengan skor 15 – 21, 20 – 22.
Setelah berpisah dengan Nova Widianto, Liliyana masih dipercaya di nomor ganda campuran dan akhirnya dipasangkan dengan Tontowi Ahmad. Keduanya pertama kali dipasangkan pada tahun 2010 dengan melakoni turnamen Macau Open. Di turnamen internasional ini, mereka berhasil keluar sebagai juara. Oleh sang pelatih saat itu, Richard Mainaky, keduanya kembali dipercaya sebagai rekan di lapangan untuk turnamen – turnamen berikutnya. Walau terhitung sebagai pasangan baru saat itu, keduanya dipercaya untuk mewakili Indonesia di gelaran empat tahunan Asian Games 2010. Namun mereka tidak berhasil meraih yang terbaik saat itu.
Mimpi Liliyana untuk merengkuh gelar juara turnamen bergengsi All England pun akhirnya terwujud bersama Tontowi Ahmad. Tahun 2012 menjadi awal keduanya berhasil memboyong gelar tersebut. Bahkan lebih hebatnya lagi, Liliyana / Tontowi berhasil meraih hat-trick juara All England dengan berturut – turut menjuarai turnamen tersebut di tahun 2013 dan 2014. Gelar Kejuaraan Dunia pun berhasil diraih keduanya pada tahun 2013 dengan menumbangkan ganda China Xu Chen / Ma Jin.
Capaian mentereng di beberapa turnamen kelas dunia, tidak membuat Liliyana / Tontowi puas. Keduanya ingin merasakan manisnya juara Olimpiade. Setelah gagal di final Olimpiade Beijing 2008 bersama Nova Widianto, Liliyana kembali harus menunda mimpinya di Olimpiade London 2012. Liliyana harus menunggu empat tahun kemudian tepatnya di gelaran Olimpiade Rio de Janeiro 2016 ketika akhirnya berhasil memboyong medali emas bersama Tontowi Ahmad setelah mengalahkan pasangan asal Malaysia.
Liliyana Natsir, dengan capaian yang membanggakan, tak salah jika banyak penikmat bulutangkis yang bersedih hati ketika dirinya memutuskan pensiun. Namun, ibarat pepatah lama, hilang satu tumbuh seribu, mari kita doakan agar sosok – sosok pengganti Liliyana di masa depan akan terus bermunculan dan meneruskan kebanggaan yang telah dipersembahkan Liliyana Natsir, sang srikandi bulutangkis Indonesia. Terima kasih Liliyana.
Banyak pelari, baik pelari biasa maupun pelari profesional, yang spesifik terkait panjang lintasan yang lebih…
Lari merupakan suatu olahraga yang ringan, murah dan paling mudah dilakukan. Hampir semua orang bisa…
Pernahkah Anda mendengar nama Usain Bolt? Ya, Usain Bolt ialah pemegang rekor pelari tercepat perlombaan…
Taekwondo dan karate merupakan seni bela diri yang dapat digunakan untuk membela diri ketika menghadapi…
Kebugaran jasmani adalah kemampuan pada tubuh untuk menyesuaikan tau dapat beradaptasi pada fisik agar sehat…
Pada sebuah olahraga golf, ada berbagai istilah asing yang perlu Anda pahami. Salah satu contoh…