Cek Berita sepak bola terbaru dari berbagai belahan dunia dan liga – liga top eropa, amerika latin dan sebagainya.
[sc name=”sepakbola_topstaticlink”]
Cek Berita sepak bola terbaru dari berbagai belahan dunia dan liga – liga top eropa, amerika latin dan sebagainya.
[sc name=”sepakbola_topstaticlink”]
Tim asuhan Pep Guardiola hampir saja berada di ujung tanduk perebutan peluang bersaing di klasemen atas Premier League, untung saja City sukses mencetak gol kemenangan saat melayani Chelsea di Etihad Stadium.
Manchester City bergerak ke posisi tiga klasemen sementara berkat kemenangannya atas Chelsea 2 – 1, sementara Chelsea harus puas di posisi keempat. Melansir dari Sportskeeda, berikut ini 3 alasan dibalik kemenangan The Citizen.
Respon yang cepat
Pertemuan kontra Chelsea merupakan laga yang cukup tricky untuk City. City menjamu Chelsea dengan membawa kekalahan cukup memalukan dari Anfield beberapa waktu lalu.
Chelsea datang dengan semangat untuk menang karena pada dasarnya Chelsea merasa cocok dengan City. Chelsea tidak melepaskan bola lepas, memenangkan peluang 50-5- dan dengan bersemangat membawa pertarungan ke area pertahanan The Citizen.
Kegigihan Chelsea terbayar di awal saat N’Golo Kante membuat tim tamu unggul dimenit ke-21. Keadaan ini tentu mempengaruhi City. Sebagai respon atas gol pertama Chelsea dan ketakutan City untuk kembali menderita kekalahan memalukan berdampak pada performa City. Respon City datang dari Kevin De Bruyne yang memimpin jalannya pertandingan dengan berperan sebagai Man of the Match.
Momen brilian individual
Suatu hal yang sangat jarang terjadi saat serangan-serangan dari Manchester City seolah tak tampak untuk beberapa saat karena pasukan Pep Guardiola ini hampir tidak pernah melakukan tembakan yang tepat sasaran.
Dari 15 total tembakan ke gawang oleh Manchester City, hanya 4 tembakan yang menyulitkan Kepa Arrizbalaga. Raheem Sterling dan Sergio Aguero hampir tidak mampu berbuat apa-apa karena sisi kiri lapangan Chelsea dijaga ketat oleh Cesar Azpilicueta.
City kemudian memanfaatkan sisi kanan Chelsea untuk membobol pertahanan mereka. Riyad Mahrez akhirnya mampu membuahkan hasil setelah menerima umpan dari Rodrigo yang kemudian menggiring bola melewati garis belakang Chelsea yang tampak kebingungan sebelum akhirnya melesatkan tembakan melewati Kepa Arrizabalaga dan mencetak poin.
Performa pertahanan yang luar biasa
Pertahanan City mendapatkan kritikan pedas musim ini. Faktor cedera dan penampilan buruk dari John Stones dan Nicholas Otamendi menyebabkan City kebobolan banyak gol. Hal inilah yang membuat City ketinggalan dari Liverpool di awal musim.
Namun kali ini berkat kehadiran Benjamin Mendy dan Ederson Moraes barisan belakang City benar-benar tampil memukau. Setelah sempat kebobolan di babak pertama, City memutuskan mundur sedikit lebih ke dalam dari sisi pertahanan dan berusaha mematikan serangan Chelsea perlahan-lahan.
Mendy bertugas di bagian sayap kanan Chelsea sementara Willian diserahi tanggung jawab berjaga di bagian luar. Sepanjang pertemuan ini Chelsea hanya mampu menciptakan dua tembakan tepat sasaran yang menjadi bukti performa efektif dari barisan pertahanan City kali ini.
Perubahan posisinya di skuat Ole Gunnar Solskjaer dianggap oleh Romelu Lukaku sebagai momen dimana karirnya tak lagi bersama Manchester United. Lukaku yang diakui sebagai penyerang tengah yang hebat, yang diakuisi dari Everton dengan harga tinggi di tahun 2017, kini diposisikan di bagian sayap.
Khawatir dengan kondisi tubuh Lukaku menjadi alasan dibalik strategi Solskjaer menempatkan Marcus Rahsford dan Anthony Martial lebih ke tengah lapangan. Strategi yang dianggap sebagai ultimatum yang meyakinkan Lukaku untuk segera mendarat di Inter di bulan Agustus.
“Setelah pertandingan kandang melawan West Ham (13 April lalu) – Solskjaer memutuskan menempatkanku di sayap kanan, yang terlalu melebar,” ujar Lukaku pada Corriere dello Sport dan dikutip dari Sportskeeda.
“Pengalaman di Manchester membuatku kuat secara mental karena tidak semua hal berjalan sesuai dengan yang Saya harapkan. Saya tidak memenangkan apa yang Saya inginkan, penampilanku tidak selamanya positif dan Saya tidak berada dalam kondisi 100 % seperti yang Saya harapkan.”
“Maka dari itu setelah laga melawan Chelsea, pada 28 April, pelatih memintaku untuk bertemu dan Saya mengatakan apa yang Saya pikirkan padanya, bahwa Saya ingin pergi.”
“Dia melihatnya di wajahku bahwa Saya memang tidak ingin tinggal lebih lama dan ia menjawab bahwa ia tidak ingin menahan seseorang jika tidak sejalan dengan kehendaknya.”
“Dia paham dengan apa yang saya inginkan dan meyakinkanku bahwa ia akan melakukan segala hal semampunya untuk membuatku merasa puas. Saya menghormatinya dan hingga Saya meninggalkan Manchester, tak ada masalah apapun dengannya.”
Berbicara tentang Zlatan Ibrahimovic, Lukaku mengaku menghormati Zlatan. Keduanya pernah bersaing di bawah kepelatihan Jose Mourinho dan Lukaku berkesempatan untuk kembali bertemu Ibrahimovic jika Ibrahimovic menyelesaikan urusannya untuk kembali bermain di Italia, seperti yang banyak pihak spekulasikan.
“Zlatan seorang kesatria. Kami benar-benari mirip karena kami menghadapi kondisi sulit dalam hidup sejak masih kanak-kanak dan saat kami berbincang-bincang kami saling memahami satu sama lain. Dia salah satu dari tiga pemain cerdas yang pernah saya temui di lapangan.”
“Tidak banyak yang tahu akan hal ini, namun ia (Zlatan) sangat membantuku saat pertama kali tiba di United. Dia duduk di bagian belakang saat berada di bus bersamaku, kami banyak mengobrol dan dia sering menasehatiku. Jika saja ia tidak didera cedera, bermain bersamanya akan sangat sempurna untukku.”
“Bahkan hingga saat ini pun ia masih kuat, dia memiliki kualitas seorang juara dan di atas semua itu dia punya apa yang kami sebut dengan “dog mentality”, mentalitas seseorang yang tidak pernah menyerah. Saya yakin ia akan kembali bermain di Serie A.” pungkas Lukaku.
Mantan gelandang Arsenal Robert Pires yakin the Gunners butuh pemain Inggris di skuat mereka untuk membantu mengangkat mentalitas mereka. Arsenal tidak menunjukkan performa yang membaik yang membuat karir Unai Emery dipertanyakan.
Namun yang menjadi topik pembahasan banyak orang adalah hubungan antara Granit Xhaka dan fans Arsenal. Xhaka, yang sempat dipercaya sebagai kapten tim, dicemooh oleh fans Arsenal setelah berlama-lama saat di luar lapangan ketika Arsenal bermain imbang melawan Crystal Palace.
Xhaka meresponnya dengan mengeluarkan kata-kata tidak pantas kea rah fans Arsenal dan membuka baju sebelum menuju ke ruangan. Hal ini semakin menambah kekisruhan di tubuh Arsenal. Efek dari hal tersebut Xhaka kemudian dicopot dari posisi kapten tim dan ban kapten beralih ke Pierre-Emerick Aubameyang.
Hal ini berdampak pada mentalitas tim Arsenal yang akhirnya dipertanyakan. Banyak pihak yang bertanya-tanya apakah Arsenal mampu bangkit dari periode negatif ini.
Pires, yang menghabiskan enam tahun membela Arsenal sejak 2000 – 2006 lalu, meyakini Arsenal akan kembali bangkit jika memiliki pemain Inggris dalam susunan pemainnya.
“Arsenal butuh banyak hal dalam tim,” ungkap Pires pada The Athletic seperti dikutip dari Squawka.
“Fisik, teknik, beberapa pemain yang cerdas, dan tentu Arsenal juga butuh kepemimpinan, dan para pemain asal Inggris.”
“Para pemain asal Inggris dibutuhkan karena kita saat ini berada di Inggris dan tak ada pemain yang tubuh dengan mentalitas seperti ini.”
“Arsenal butuh pemain yang lahir di Inggris. Sangat menyenangkan jika menemukan negara baru tapi untukku saat anda bermain di Inggris maka anda membutuhkan para pemain asal Inggris.”
“Waktunya memang berbeda. Namun saya pernah bermain bersama David Seaman, Lee Dixon, Tony Adams, Martin Keown, Ashley Cole Ray Parlour.
“Kita membicarakan tentang enam pemain asal Inggris dalam satu tim. Kita butuh pemain yang seperti mereka.”
“Tentu saja saya menghormati filosofi Arsenal namun kita saat ini berada di Premier League dan semakin sulit tiap minggunya.”
Sejauh ini Arsenal telah memberikan kesempatan untuk bermain pada Calum Chambers, Ainsley Maitland-Niles, Joe Willock, Bukayo Saka, Reiss Nelson dan Rob Holding diantara para pemain asal Inggris mereka.
Namun hanya Chambers dan Maitland-Niles yang telah bermain di hampir setengah laga dometik Arsenal musim ini – masih kalah dari Pires saat masih bersama Arsenal.
Pada intinya Robert Pires menganggap penting adanya para pemain asal Inggris yang dipercaya untuk bermain lebih sering dalam setiap laga Arsenal. Menurutnya para pemain asal Inggris memiliki mental yang berbeda apalagi mereka bermain di Premier League yang tentu saja kental akan gaya bermain dan mental bermain ala Inggris.
Jose Mourinho baru saja ditunjuk sebagai manajer baru Tottenham Hotspur menggantikan Mauricio Pochettino. Tottenham memutuskan kerjasama dengan Pochettino menyusul hasil buruk di musim ini.
Penunjukan Mourinho sebagai manajer Hotspur menuai banyak kritik dari fans Chelsea karena rivalitas antara Chelsea dan Tottenham. Sebagai informasi, Mourinho pernah mempersembahkan tiga gelar Premier League, tiga gelar League Cups dan juga piala FA saat melatih Chelsea.
Pernyataan Mourinho di masa lalu yang menyatakan bahwa dirinya tidak akan pernah melatih Tottenham karena hubungannya dengan Chelsea mencuat ke permukaan.
“(Pernyataan tersebut) sebelum saya dipecat. Ini sepakbola modern,” ujar Mourinho dalam konferensi pers pertamanya sebagai manajer Tottenham.
“Dalam hubungannya dengan para pemain, hukum Bosman mengubah segalanya. Dalam hubungannya dengan kami para pelatih, karena kalian (awak media) kami kehilangan stabilitas tersebut.”
Penunjukan Mourinho sudah barang tentu akan menjadi bahan pembicaraan dan terus diungkit di tiap konferensi pers tim-tim Premier League, termasuk Chelsea. Frank Lampard pun tidak luput dari pertanyaan serupa.
Menjawab pertanyaan awak media, Lampard menegaskan bahwa dirinya tidak akan pernah melatih Tottenham karena sejarahnya bersama Chelsea.
“Saya dengan yakin menjawab tidak, dan anda dapat mengulangi lagi pernyataan tersebut 10 tahun mendatang,” ujar Lampard saat ditanya awak media apakah ada kemungkinan dirinya bekerjasama dengan Tottenham di masa depan, seperti dikutip dari Squawka.
“Hal tersebut tidak akan pernah terjadi tapi saya rasa hal berbeda untuk Jose Mourinho. Ia pernah bekerja untuk banyak klub dan kita harus menghormati haknya dalam bekerja, di lain pihak, saya telah bersama Chelsea selama 13 tahun sebagai pemain dan tentu saja memiliki ikatan emosional dengan Chelsea.”
“Saya memang sempat bersama Manchester City selama setahun di penghujung karir saya, namun Chelsea memiliki tempat yang berbeda di hati saya karena itulah saya sangat bangga dapat menangani klub ini sekarang dan untuk alasan itulah saya tidak akan pernah bekerjasama dengan Tottenham.”
“Tanpa bermaksud bersikap tidak hormat pada yang lainnya, hanya saja kembali lagi apa yang Chelsea telah berikan selama ini padaku sebagai pemain dan sekarang ini, tentu saja tidak ada dalam rencanaku (melatih Tottenham).”
Frank Lampard, memulai karirnya di rival Tottenham lainnya, West Ham United telah menghabiskan 13 tahun masa karirnya bersama Chelsea dan merupakan pemegang rekor pencetak gol terbanyak di Chelsea.
Lampard juga sukses memenangkan tiga gelar Premier League, empat Piala FA, dua gelar League Cups, serta Liga Champion dan Liga Eropa bersama Chelsea.
Namun begitu Lampard mengakui memahami keputusan Mourinho untuk menerima tawaran Tottenham walaupun banyak reaksi dari para fans. Menurutnya sebagai seorang profesional penting untuk memahami hak bekerja tiap orang. Adapun beragam komentar dari fans berada di luar kuasa kita.
Akhir pekan ini para penonton setia liga Inggris akan dihibur dengan pertemuan dua klub besar penghuni papan atas klasemen sementara dan bertabur bintang di Etihad Stadium. Laga ini juga akan menjadi pertemuan pertama antara mantan gelandang dunia Pep Guordiola dan Frank Lampard sebagai manajer.
Melansir Squawka, berikut ini 5 prediksi hal-hal yang akan terjadi saat Manchester City menjamu Chelsea.
Sergio Aguero akan mencetak gol
Chelsea merupakan lawan favorit bagi Sergio Aguero. Aguero mengantongi 10 gol dari 13 pertemuan sebelumnya melawan klub yang berbasis di London Barat tersebut. Dalam sejarah Premier League tak satupun pemain yang lebih produktif dibandingkan Aguero saat melawan Chelsea.
Fakta tambahan, delapan gol dihasilkannya dalam enam pertemuan terakhir termasuk hat-trick di awal tahun ini.
Kevin De Bruyne akan kembali berperan dalam terciptanya sebuah gol
Pada beberapa kesempatan dimana Aguero menghasilkan gol, ia terbantukan berkat assist dari Kevin De Bruyne – seorang creator yang tak terbantahkan di Premier League saat ini. Taka da satu pun pemain yang menciptakan peluang dari permainan terbuka sebanyak dirinya.
Terakhir kali saat City bertemu Liverpool, playmaker asal Belgia ini menciptakan tidak kurang dari tiga peluang dibandingkan siapa pun di lapangan. Jika saja salah satu peluang tersebut menghasilkan gol maka De Bruyne akan menyamai Cesc Fabregas (2014/15) dan Mesut Ozil (2015/16) sebagai pemain tercepat yang menciptakan 10 assist dalam sejarah liga.
Sejarah akan tercipta dari Kapten Amerika
Kehidupan Christian Pulisic di London Barat mulai berjalan tentatif. Pulisic menjadi satu-satunya pembelian Chelsea di musim panas ini sebelum adanya sanksi larangan transfer dari Fifa. Pulisic diturunkan di tiga laga sebelum akhirnya menjadi penghuni bangku cadangan di tiga laga beruntun.
Mantan pemain Borussia Dortmund ini kembali dipertanyakan saat ia diturunkan melawan Burnley bulan lalu, dimana keputusan Lampard tersebut perlahan akhirnya dibenarkan saat Pulisic mencatatkan hat-trick yang sempurna.
Catatan gol lainnya saat menjamu Watford dan Crystal Palace menjadikan Pulisic berada diambang sejarah – belum pernah sekalipun seorang pemain Amerika mencetak gol di empat laga berturut-turut di Premier League. Dan kami percaya ia akan menjadi yang pertama membuktikannya.
Torehan unik Chelsea akan segera berakhir
Seperti kata pepatah: penampilan itu sementara, kelas itu permanen. Menilik pada laga yang diikuti masing-masing tim beberapa minggu belakangan ini, sangat mudah untuk menunjuk tim mana yang sampai ke fase ini dengan tanpa hambatan berarti – Chelsea telah memenangkan lima laga terakhirnya di Premier League.
Hasil tersebut menempatkan Chelsea di posisi ketiga klasemen sementara dibawah Leicester City. Ini artinya untuk kelima kalinya selama sembilan musim terakhir Manchester City menghadapi Chelsea dengan posisinya di klasemen sementara dibawah Chelsea.
Empat pertemuan terakhir Chelsea belum terkalahkan dengan dua kali imbang dan dua kemenangan. Namun melihat kemampuan pada anak asuh Pep Guardiola yang selalu mampu bangkit setelah terpuruk dan dua tim yang sedang sama-sama bertumbuh, mari kita antisipasi City mampu mengakhiri torehan bersih Chelsea kali ini.
Gol yang diharapkan
Lampard puas dengan hasil debutnya sebagai Manajer Chelsea walaupun menelan kekalahan dari United dengan 4-0. Di atas kertas hasil tersebut tentu bukan hasil yang membanggakan namun melihat pada kemampuan timnya membangkitkan semangat Lampard. Sejak kekalahan itu, Chelsea telah mencetak lima kemenangan.
Chelsea telah sukses mengantongi 18 gol, dengan rata-rata 3.6 gol per laga, membuat Chelsea menjadi tim Premier League paling produktif di laga tandang. Yang menarik, tim yang mencetak gol paling banyak di kandang sendiri adalah Manchester City dengan catatan 19 gol sepanjang 6 laga.
Tammy Abraham diharapkan mampu untuk menjebol gawang tuan rumah. Dari catatan 10 golnya, tiga gol dicetak saat menjadi tuan rumah, sedangkan sisanya dihasilkan di laga tandang.
Jose Mourinho meyakini Tottenham Hotspur sanggup menargetkan gelar Premier League musim depan dalam wawancaranya dengan awak media di konferensi pers. Mantan bos Chelsea, Real Madrid dan Manchester United ini dipercaya untuk melatih Hotspur pasca pemutusan kerja sama mantan pelatih Hotspur sebelumnya, Mauricio Pochettino.
Pencapaian buruk Tottenham di kancah domestik dengan berada di posisi 14 klasemen menjadi alasan dibalik berakhirnya masa kepelatihan lima setengah tahun Pochettino di Hotspur.
Meski terdapat jurang yang terbuka lebar dengan pemuncak klasemen sementara saat ini, Liverpool dengan perbedaan 20 poin setelah berlangsungnya 12 laga, Mourinho yakin pada skuat terbarunya dan penuh percaya diri mengklaim bahwa gelar liga pertama untuk Hotspur sejak periode 1960/1961 di musim depan adalah sebuah kemungkinan.
“Kami tidak dapat memenangkan Premier League musim ini. Musim depan, saya tidak mengatakan kami akan memenangkannya, namun kami mampu memenangkannya.” ujar Mourinho pada awak media seperti dikutip dari Sportskeeda.
Mourinho yang telah menghabiskan 11 bulan absen dari dunia sepakbola pascapemecatannya dari Manchester United dan penunjukan wajah baru timnya – pelatih Joao Sacramento dan Nuno Santos yang bergabung dari Lille – memberikannya kepercayaan diri akan sebuah awal yang menjanjikan.
“Saya cukup rendah hati untuk mencoba dan menganalisa karir saya, tidak hanya tahun lalu namun evolusi dan masalah karirku.”
“Prinsip dari menganalisa adalah tidak menyalahkan siapapun. Saat bertemu dengan para asistenku dan orang-orang yang ingin saya ikutkan di babak baru ini, ini merupakan prinsip dimana tidak ada seorang pun yang disalahkan.”
“Saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya akan membuat kesalahan yang baru. Saya akan menjadi lebih kuat.”
“Dari sisi emosi saya santai, termotivasi dan siap dan menurutku semua pemain merasakan hal yang sama dua hari ini. Saya pun siap untuk mendukung mereka.”
“Dalam hidup akan ada masanya menghadapi hal seperti ini, dimana semuanya bukan hanya tentang saya, ini tentang para pemain dan klubku.”
Meski begitu Mourinho menekankan bahwa gaya bermain dan prinsip-prinsipnya selama ini yang telah berbuah gelar di empat negara akan terus dipertahankannya. Ia juga meminta para pemain untuk mengutamankan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
”Gaya melatihku akan sama seperti sebelumnya. Di atas semua itu saya akan mencoba untuk menambahkan hal-hal detil dan kadang kali hal-hal detil seperti itulah yang membuat suatu perbedaan.” jelas Mourinho.
Bagi seorang Jose Mourinho segalanya yang penting adalah tentang tim. Bukan tentang orang-orang yang egois atau hanya mementingkan diri sendiri. Lebih jelasnya menurutnya yang penting adalah klub, profesionalisme, komitmen, rasa hormat pada klub dan rasa hormat antarsesama rekan pemain.
Penunjukan Jose Mourinho menggantikan Mauricio Pochettino sebagai kepala pelatih Tottenham Hotspur dianggap tepat momennya oleh mantan gelandang Tottenham, Jamie O’Hara.
Melansir dari Sportskeeda, mantan manajer Manchester United ini ditunjuk oleh Tottenham pada Rabu lalu, sekitar 12 jam dari berakhirnya masa kerjasama Pochettino dengan Tottenham yang telah berlangsung selama lima setengah tahun belakangan.
O’Hara meyakini alasan dibalik pemutusan kerjasama Tottenham dengan pelatih asal Argentina tersebut, Pochettino salah satu indikasinya adalah posisi Tottenham yang terbenam di posisi keempat belas klasemen sementara Premier League.
“Menurutku ini waktu yang tepat untuk melepaskan Pochettino.” Ungkap O’Hara pada Omnisport dikutip dari Sportskeeda.
“Kami (Tottenham Hotspur) selama ini kesulitan, performa pun tidak terlalu baik. Kami hanya mampu menorehkan 24 poin dari 25 laga. Kami tidak tampil menjanjikan di liga.”
Pochettino mengantarkan Tottenham Hotspur ke barisan atas klasemen top empat besar Premier League empat kali berturut-turut dan bahkan menembus babak final Liga Champions di bulan Juni, walaupun harus kalah dari Liverpool dengan skor 2 – 0.
Meskipun begitu, di luar pencapaian tersebut, Pochettino belum berhasil mempersembahkan “silverware” (trofi domestik selain liga) bagi Tottenham selama masa kerjanya di London Utara. Menurut O’Hara hal ini akan terhenti setelah penggantinya tiba di Tottenham.
O’Hara meyakini putusnya hubungan kerjasama Pochettino dan Tottenham bukanlah akhir karir baginya. O’Hara percaya Pochettino akan kembali mendapatkan klub besar yang siap menantinya untuk dilatih. Pochettino tidak akan ‘nganggur’ dalam waktu lama menurutnya.
“Pochettino mendapatkan pesangon yang besar, keberadaannya selama di Tottenham pun sangat fantastis, nilai tawarnya tentu sangat besar, dia akan segera mendarat di klub besar lainnya.”
Sementara itu O’Hara tak sabar menantikan apa yang akan dipersembahkan Mourinho untuk Tottenham. Pencapaian Mourinho di klub – klub besar yang pernah ditanganinya tentu tidak dapat dipandang sebelah mata.
“Tidak ada pelatih yang lebih baik di dunia dalam hal memenangkan trofi selain Jose Mourinho. Jika berbicara tentang mendatangkan Mourinho ke Tottenham lima tahun lalu, tentu banyak yang akan menertawakan ide tersebut karena kami (Tottenham) belum sanggup menarik minat seorang pelatih seperti Mourinho saat itu.”
“Menarik minat seorang pelatih yang mampu memenangkan hampir semua laga merupakan pencapaian yang luar biasa. Mendatangkannya saat ini merupakan momen yang pas. Tottenham akan berbeda sekarang, Mourinho tentu akan datang dengan ciri khasnya sendiri dan menurutku tidak lama lagi Spurs akan terlibat dalam perebutan trofi.”
Sebelum dikontrak Tottenham, Mourinho, peraih tiga gelar Premier League saat bersama Chelsea, sempat absen selama 11 bulan setelah lepas dari United.
O’Hara yakin bahwa Mourinho akan mendapatkan dukungan penuh dalam hal finansial dari manajemen Tottenham. Ia menambahkan dirinya berharap barisan belakang Tottenham perlu dilakukan penyegaran di masa mendatang.
“Saya yakin Ia (Pochettino) akan didukung penuh dalam hal uang. Ia tidak akan menyanggupi kesempatan yang ditawarkan padanya jika tidak diperlihatkan dana yang akan mendukungnya.”
“Ia akan mendapatkan tim yang hebat yang bisa digemblengnya untuk berusaha yang terbaik. Saat bulan Januari nanti, saya yakin akan muncul skuat barisan belakang yang dengan wajah baru.”
“Menurutku Mourinho akan mendatangkan bek kiri, bek kanan dan centre-half (gelandang serang). Mantan klub Mourinho terdahulu, saat mereka memenangkan trofi dan mendominasi, mereka memiliki barisan belakang yang terbaik, dan menurutku disanalah Mourinho akan menggelontorkan uangnya.” Pungkas O’hara.
Gelandang Liverpool, Fabinho tidak yakin jika laga yang mempertemukan Manchester City kontra Liverpool akan menentukan nasib perburuan gelar Premier League untuk Liverpool. Jika memenangkan laganya melawan Manchester City di Anfield, Liverpool akan memimpin di puncak klasemen dengan keuntungan sembilan poin.
Sebelumnya City dan Liverpool pernah memainkan laga tanpa gol pada musim lalu sebelum City membalikkan keadaan dengan menang 2 – 1 atas Liverpool di Januari lalu. Kemenangan City mengikis hasil kerja keras Liverpool dengan hanya berjarak 4 poin.
Anak asuh Pep Guardiola membelokkan Liverpool dari gelar yang mereka incar dengan hanya perbedaan satu poin saja, namun pemain asal Brazil, Fabinho tidak menganggap hilangnya kesempatan itu pada musim lalu sebagai hal yang akan menentukan musim ini.
“Menurutku hasil musim lalu tidak bersumber dari kekalahan melawan Manchester City.” Ujar Fabinho pada situs Liverpool seperti dilansir dari Sportskeeda.
“Namun jika kami mengalahkan mereka dan kemudian mendapatkan poin besar sebagai keuntungannya melawan mereka, tentu saja hal tersebut penting untuk kami.”
“Tapi laga kali ini selalu lebih special karena kami punya kesempatan untuk mendapatkan poin dan menghentikan langsung rival kami untuk mendapatkan poin.”
“Jadi kami akan melakukan apapun yang kami mampu untuk menang, namun saya tetap tidak yakin hasil laga kali ini akan menentukan hasil akhir di musim ini.”
Belakangan ini kedua klub, Manchester City dan Liverpool, saling melemparkan serangan verbal, dimana Jurgen Klopp menyoroti kecenderungan Manchester City untuk melakukan “tactical fouls” setelah Pep Guardiola menuduh bintang The Reds, Sadio Mane melakukan diving.
Meski begitu, Jurgen Klopp mengakui kekagumannya pada Pep Guardiola saat melakukan konferensi pers menjelang pertandingan dan Fabinho pun memberikan rasa hormatnya pada Pep Guardiola atas apa yang telah dilakukannya untuk membangun juara Premier League musim lalu, Manchester City.
“Kami pernah bermain melawan City sebelumnya dan tim ini menunjukkan pada kami identitas mereka yang sebenarnya.” Ujar mantan bintang Monaco ini.
“Mereka hebat dengan penguasaan bola dan pekerja keras, mereka juga hebat dalam serangan dan hal – hal inilah yang membuat mereka menjadi salah satu tim terbaik di Eropa saat ini.”
“Namun di Premier League ada banyak tim hebat dan kami pun terus berusaha untuk bermain dengan baik dalam situasi seperti ini. Bermain melawan Manchester City adalah salah satu tantangan, tapi saya pikir kami siap untuk itu.”
Liverpool akan melakoni laga melawan Manchester City pada hari Minggu ini, 10 November 2019 waktu setempat. Liverpool saat ini berada di puncak klasemen sementara dengan 10 kemenangan dan satu kali imbang. Sementara City kini nangkring tepat di bawah Liverpool dengan 8 kemenangan, satu kali imbang dan dua kekalahan.
Liverpool mengawali musim ini dengan semangat membara. Premier League baru berjalan 11 laga dan The Reds telah mengoleksi 10 kemenangan serta sekali imbang sejauh ini. Para pendukung Liverpool mulai menaruh kepercayaan pada tim kesayangannya untuk mengakhiri puasa 30 tahun gelar Premier League mereka.
Namun di masa ini tidak semudah itu memenangkan gelar Premier League dan Liverpool telah merasakannya musim lalu. Saat itu Liverpool yang mengoleksi 97 poin harus rela menyerahkan gelar Premier League pada Manchester City hanya karena berbeda 1 poin saja.
Liverpool sendiri akan menjamu City pada akhir pekan ini, untuk itu mari kita simak apa saja hal – hal yang dapat membuat Liverpool tergelincir dari peta perebutan gelar Premier League musim ini seperti dikutip dari Sportskeeda.
Kurangnya Kreativitas Dari Lapangan Tengah
Klopp telah sering memainkan gelandang konservatifnya yang terdiri dari Fabinho – Henderson – Wijnaldum di musim ini. Sejauh ini Fabinho belum mencetak gol apapun, sementara Henderson dan Wijnaldum masing – masing berbagi satu gol.
Henderson dan Wijnaldum belum memberikan assist apapun musim ini, di lain pihak Fabinho telah melakukannya sekali. Gelandang lainnya yang pernah mencetak gol untuk Liverpool di musim ini adalah James Milner (lewat tendangan penalti saat bertemu Leicester) dan Adam Lallana (lewat gol telatnya melawan United).
Sebenarnya Alex Oxlade – Chamberlain akhir – akhir ini menunjukkan performa yang signifikan hingga seharusnya Ia dapat menjadi pilihan yang tepat di lini tengah Liverpool. Namun Klopp tampaknya belum memberikan kepercayaan sepenuhnya pada dirinya.
Klopp sendiri berharap barisan tengahnya mampu berkontribusi lebih dalam hal mengembalikan serangan dan mengurangi gempuran tekanan pada Mane, Salah dan Firmino.
Resiko Cedera Pada Pemain Utama
Starting XI Liverpool merupakan salah satu yang terbaik di Eropa. Namun bayangkan seandainya Virgil van Dijk terhimpit cedera di waktu – waktu krusial musim ini dan harus absen dari sejumlah laga. Apakah Liverpool mampu menggantikan posisi van Dijk dalam hal pertahanan ?
Pertahanan penuh sangatlah vital dalam permainan Liverpool, namun belum ada pengganti yang tepat untuk Andy Robertson dan Trent Alexander-Arnold jika seandainya mereka cedera panjang. Bagaimana jika salah satu dari barisan depan Liverpool pun harus absen ? Apakah serangan Liverpool masih akan sama ?
Klopp tidak banyak pilihan dalam skuatnya tidak seperti halnya Guardiola. Musim lalu Manchester City bermain hampir sepanjang musim tanpa kehadiran Kevin de Bruyne dan City tetap sukses mengumpulkan 98 poin. Apakah Liverpool mampu melakukan hal yang sama tanpa kehadiran Mohammed Salah dan Sadio Mane ?
Klopp tentunya mengharapkan pemain kuncinya berada dalam performa terbaik mereka, jika tidak maka Liverpool akan kesulitan.
Sejarah Tidak Mendukung Liverpool
Ini bukanlah sesuatu yang dapat dibebankan pada skuat Liverpool saat ini – kenyataan bahwa Liverpool gagal meraih gelar Premier League dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Beberapa kali Liverpool memang hampir saja merengkuh gelar tersebut. Skuat Rafa Benitez finis di posisi kedua di bawah Manchester United musim 2008/2009. Sejarah yang sama pun berulang di musim 2013/2014. Terakhir musim lalu, Klopp pun kembali mengulang sejarah.
Musim lalu Liverpool memimpin dengan 10 poin di bulan Januari, namun harus kembali gagal setelah City menikung mereka dengan hanya berbeda 1 poin. Jadi, jika anak asuh Klopp ingin mencapai yang terbaik maka mereka seharusnya melawan sejarah yang ada.
Sejak awal musim, Manchester United mengalami kesulitan di Premier League dan gagal dalam dua laga beruntun. Pelatih United saat ini bahkan belum dihadapkan pada serangan yang lebih mematikan, namun kepantasannya untuk mengemban amanat sebesar itu dipertanyakan.
Namun hanya menyalahkan Ole Gunnar Solskjaer untuk kondisi yang dihadapi Manchester United saat ini bukan langkah yang bijak. Melansir dari Sportskeeda, berikut 3 alasan dibalik kesulitan yang dialami United musim ini.
Kurang Konsisten
Saat Solskjaer mengambil alih peran sebagai manajer sementara di Old Trafford, United mencapai level konsistensi dalam laga yang mereka mainkan. Para pemain seperti satu kesatuan. Namun tiba – tiba saja semuanya berantakan di akhir musim dan sayangnya United belum berhasil bangkit.
Setelah sukses menumbangkan Chelsea dengan 4 gol tanpa balas di awal musim ini, United malah gagal memanfaatkan momentum yang ada dan kalah dalam 4 laga serta imbang di 4 laga lainnya dari 11 laga yang telah mereka lakoni hingga saat ini.
Beberapa pemain tampil brilian di satu laga namun berbalik terpuruk di laga lainnya, hal yang menghilangkan kesempatan United untuk meraih kemenangan.
Tim – tim terbaik di dunia selalu tampil konsisten dengan performa yang sama di tiap minggunya. Sayang, United gagal dalam hal ini dan terpaksa harus membayar untuk performa yang inkonsisten tersebut.
Transfer Pemain Musim Panas Yang Biasa Saja
Susunan tim yang amburadul memaksa setiap orang berharap agar Setan Merah berinvestasi di bursa transfer pemain dan memperkuat beberapa area yang dianggap perlu. Sayangnya, performa United di musim panas lalu menyisakan tanda tanya.
Setelah dikaitkan dengan sejumlah nama pemain, Manchester United hanya sukses mendatangkan 3 pemain. Walaupun ketiga pemain yang didatangkan dianggap pilihan yang pas untuk skuat saat ini, namun harus diakui hal tersebut belum cukup. United seharusnya mendatangkan lebih banyak pemain sebelum memulai musim ini.
Kehilangan Marouane Fellaini serta Ander Herrera berdampak kurang baik untuk United. United saat ini malah membutuhkan gelandang terbaik. Belum lagi kehilangan Romelu Lukaku dan Alexis Sanchez.
United hingga saat ini belum mendapatkan pengganti terbaik untuk keduanya saat performa Anthony Martial dan Marcus Rashford masih angin-anginan dan hanya berharap pada Mason Greenwood yang mungkin belum saatnya.
Rentetan Cedera
Di awal musim United telah dihadapkan dengan cederanya Eric Bailly yang harus menjalani operasi dan absen selama musim ini. Timothy Fosu-Mensah pun belum dapat dipastikan waktu bergabungnya dengan United setelah masa penyembuhan.
Diogo Dalot yang absen di 5 laga karena cedera pinggul di awal musim walaupun telah kembali ke lapangan di September namun kembali terlilit cedera dan harus absen sejak pertengahan Oktober. Tumpuan pertahanan United, Axel Tuanzebe pun harus absen karena cedera punggung.
Anthony Martial pun telah absen di 9 laga karena cedera hamstring sebelum akhirnya bergabung baru – baru ini. Luke Shaw yang juga menderita cedera hamstring di akhir Agustus walaupun akhirnya harus absen kembali setelah mengalami cedera otot dipertengahan Oktober lalu.
Kehilangan terbesar United saat Paul Pogba divonis cedera ankle dan absen hampir sepanjang September lalu. Paul Pogba seperti jantung kreativitas United di lapangan. Hingga sejauh ini Pogba telah absen di 10 pertandingan. Seandainya saja Solskjaer tidak dihadapkan pada rentetan cedera pemain – pemain vitalnya, mungkin akan tersaji cerita yang berbeda untuk United.